Kamis, 16 April 2015

MAKALAH
BATIK PESISIR “BATIK WONG CILIK”
SEBAGAI MATA DAGANGAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kerajinan Batik I
Dosen Pengampu : Danti Riski Amalia




Oleh:
Mei Mardani (13207241024)
Pend. Seni Kerajinan H



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI KERAJINAN
JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014




KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat lipahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Saya dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam peyusunan makalah ini, Saya banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak, tantangan itu dapat teratasi. Oleh sebab itu, Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga semua bantuan  yang telah Saya terima mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat Saya harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.



Yogyakarta, 28 Februari 2014


Penyusun



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................           i
KATA PENGANTAR........................................................................           ii
DAFTAR ISI......................................................................................                        iii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................                       1
A.    Latar Belakang Masalah..........................................................           1
B.     Rumusan Masalah...................................................................            1
C.     Tujuan.....................................................................................            1
BAB II. PEMBAHASAN..................................................................                       2
A.    Batik Pesisir............................................................................            2
B.     Batik Pesisir “Batik Wong Cilik”...........................................            3
C.     Batik Pesisir Sebagi Mata Dagangan.....................................             4
D.    Contoh Batik Pesisir .............................................................             5
BAB III. PEMBUATAN BATIK TULIS..........................................                       9
A.    Peralatan Membatik...............................................................             9
B.     Bahan Membatik....................................................................             11
C.     Proses Membatik....................................................................             12
BAB III. PENUTUP..........................................................................                        14
A.    Kesimpulan.............................................................................            14
B.     Saran.......................................................................................            14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................                        16


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Batik merupakan warisan yang tak ternilai harganya bagi Bangsa Indonesia, dilihat dari segi ragam batik maupun jenis batik yang terdiri dari banyak sekali ragam maupun jenis, seperti batik keraton, yakni jenis batik yang dikembangkan dan digunakan di lingkungan keraton, ataupun batik pesisir yang berkembang di luar keraton.
Batik sebagai aset bangsa ini seolah kurang diperhatikan secara mendalam oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia hanya sekedar mengetahui saja, sedangkan dalam hal pemahaman sangatlah kurang. Maka, perawatan serta pelestarian pun harus selalu diperhatikan. Mulai dari anak-anak, seharusnya ada suatu usaha mengenalkan batik, agar mereka tahu kalau batik merupakan warisan budaya Indonesia. Lalu untuk remaja diadakannya pelatihan yang bersifat pelestarian, dan lain sebagainya. Maka dari itu pemahaman batik secara lebih mendalam perlu dilakukan, mengingat dalam pelestarian pula dibutuhkan suatu penghayatan maupun pengembangan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan batik pesisir?
2.      Mengapa batik pesisir kerap disebut sebagai “batik wong cilik”?
3.      Bagaimana batik pesisir sebagai mata dagangan?
4.      Seperti apa contoh batik pesisir?
5.      Bagaimana cara pembuatan batik tulis?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui dan bisa memahami arti batik pesisir.
2.      Mengetahui sebab batik pesisir disebut sebagai “batik wong cilik”.
3.      Mengetahui uraian mengenai batik pesisir sebagai mata dagangan.
4.      Mengetahui dan memahami contoh-contoh batik pesisir.
5.      Mengetahui cara pembuatan batik tulis.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Batik Pesisir
            Pada zaman penjajahan Belanda, batik dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yakni batik vorstenlanden dan batik pesisir. Yang disebut batik vorstenlanden adalah batik dari daerah Solo dan Yogyakarta, sedangkan batik pesisir adalah semua batik yang pembuatannya dikerjakan di luar daerah Solo dan Yogyakarta.
Istilah batik "pesisir" muncul karena letaknya berada di daerah pesisir utara pulau jawa seperti Cirebon, Indramayu, Lasem, Bakaran, dan lain sebagainya. Pola yang ada pada batik pesisir lebih bebas dan warnanya lebih beraneka ragam, dikarenakan pengaruh budaya luar yang begitu kuat. Tidak seperti batik keraton, batik pesisir lebih ditujukan sebagai barang dagangan. Di samping itu budaya luar pada batik pesisir sangat mempengaruhi bentuk ragam hias batiknya terutama pada saat masuknya agama Islam pada abad 16. Ragam flora non figuratif menjadi alternatif dalam motif batik pesisir dikarenakan adanya larangan dikalangan ulama Islam dalam menggambar bentuk-bentuk figuratif.
Dalam sejarah perkembangan batik pesisir mengalami kemajuan sekitar abad ke-19, hal yang menyebabkan kemajuannya adalah karena adanya kemunduran produksi tekstil dari India yang selama itu menjadi salah satu produsen kain terbesar yang dijual ke pulau jawa dan mengakibatkan banyak konsumen beralih ke kain batik.
Puncak perkembangan batik pesisir adalah di masa pengusaha Indo-Belanda yang berperan pada usaha pembatikan. Batik tersebut dikenal dengan nama "Batik Belanda". Selain pengusaha dari Belanda pengusaha Cina juga ikut dalam usaha pengembangan batik pesisir. Batik pesisir memiliki ciri-ciri, yaitu ragam hias motif batiknya bersifat natural dan mendapat pengaruh kebudayaan asing secara dominan, serta warna yang beraneka ragam.



Batik pesisir terbagi menjadi delapan model, yaitu:
1.      Batik pesisir tradisional yang merah biru
2.      Batik hasil pengembangan pengusaha keturunan, khususnya Cina dan Indo Eropa
3.      Batik yang dipengaruhi kuat oleh Belanda
4.      Batik yang mencerminkan kekuasaan kolonial
5.      Batik hasil modifikasi pengusaha Cina yang ditujukan untuk kebutuhan kalangan Cina
6.      Kain panjang
7.      Batik hasil pengembangan dari model batik merah biru
8.      Kain adat

Berdasarkan motifnya batik pesisir terdiri dari:
1.      Batik India atau Batik Sembagi
2.      Batik Belanda
3.      Batik Cina
4.      Batik Djawa Hokokai

B.     Batik Pesisir “Batik Wong Cilik”
Dalam sejarah pembatikan, ragam hias batik telah mengalami pertumbuhan dengan berbagai aspeknya. Pertama, batik sebagai kegiatan sambilan wong cilik, terlihat dengan jelas seperti batik pesisiran yang banyak dikerjakan oleh wong cilik. Kedua, Batik sebagai mata dagangan, saat ini banyak masyarakat daerah pesisir pantai utara Jawa yang dahulu menjadi seniman batik beralih ke pengusaha. Ketiga, batik sebagai kegiatan tradisi dari kalangan bangsawan, terlihat di keraton-keraton yang masih menggunakan batik sebagai salah satu bagian yang penting dalam kegiatan tradisi, sebagai contoh seperti pada upacara pernikahan putra putri raja. Keempat, batik sebagai usaha dagang sebagian orang Cina dan Belanda-Indo, yang ragam hias dan fungsinya semula ditujukan untuk kalangan terbatas. Kelima, sebagai kebutuhan seni atau desain dengan konstelasi  konsep kontemporer(Hasanudin, 2001: 16).
Batik sebagai sambilan pekerjaan wong cilik atau sering disebut sebagai batik pesisir sampai sekarang masih berlangsung di dusun-dusun tertentu pada kota tertentu. Di pinggiran kota Tuban, Pekalongan, Indramayu, dan lain sebagainya masih banyak dijumpai pembatik-pembatik(seniman batik) sambilan, walaupun memang tidak bisa dipungkiri, mata pencaharian dari wong cilik tersebut sebagian besar masih petani dan nelayan. Pada dasarnya pembatik-pembatik sambilan tersebut mengerjakan pekerjaan batik jika ada waktu luang/senggang, jika mereka tidak ada pekerjaan di ladang mereka maupun tidak ada pekerjaan mencari ikan di laut. Karena banyak dikerjakan oleh orang-orang yang bernotabene “wong cilik” maka batik pesisiranpun kerap disebut sebagai batik wong cilik. Mengenai ragam hiasnya, biasanya menggunakan ragam hias yang didapat secara turun temurun. Batik wong cilik cenderung kasar, sehingga menyebabkan harganya murah. Mutu ragam hiasnya pun tidak standar, sehingga sukar menemukan kesamaan antara yang satu dengan yang lainnya. Batik wong cilik umumnya diproduksi untuk kebutuhan lokal dan tradisional, seperti pembuatan jarik, sarung, selendang, dan lain sebagainya.
Tetapi saat ini dalam produksi batik wong cilik kualitas lebih dipertimbangkan, mengingat daya saing yang cukup ketat. Mulai dari bahan baku, proses pembuatan sampai hasilnya akan selalu menjadi pertimbangan. Tetapi tidak mengurangi daya tarik dari batik pesisir itu sendiri, seperti halnya tetap menjadi pekerjaan sambilan wong cilik dan ragam hiasnya pun lebih beragam karena memang tidak berpatok pada aturan-aturan yang mengikat, warna yang digunakan pun lebih bervariasi sehingga terkesan lebih berani dalam hal penggunaan warna.

C.    Batik Pesisir Sebagi Mata Dagangan
Batik pesisir yang kerap disebut sebagai batik wong cilik umumnya mempunyai kualitas yang tidak terlalu bagus. Karena biasanya dibuat menggunakan kain mori biru dengan kualitas prima. Canting yang digunakan pun hanya klowong saja, tanpa menggunakan canting lain. Dikerjakan dengan cepat dan spontan, tetapi kurang rajin dan teliti. Ragam hias yang digunakanpun cenderung besar dan tidak rinci. Hal tersebutlah yang membuat kualitas batik tidak terlalu bagus.
Pembatik dari kalangan wong cilik ini umumnya tidak memiliki cukup modal dan wawasan dagang. Mereka hanya tahu mengenai batik dan tidak banyak menahu mengenai perdagangan. Mereka tidak memiliki wawasan pasar , sehingga tidak tahu sasaran maupun kebutuhan yang ada di pasaran. Tetapi sebagian dari mereka ada yang mempunyai wawasan dagang yang memcukupi, sehingga batik-batik yang sudah dikerjakan oleh wong cilik sebagai sambilan tersebut bisa menjadi mata dagangan yang bisa dikembangkan olehnya. Jiwa wirausaha bisa saja muncul dari kalangan wong cilik. Yang mencoba memasarkan batik wong cilik di pasar lokal. Wong cilik yang memiliki wawasan pasar dapat melihat celah untuk mendapatkan keuntungan. Juga menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas produksi sehingga menghasilkaan produk yang berkualitas bagus pula.
Ragam hias dan warna dari batik pesisir buatan wong cilik dalam penjualan/mata dagangan mengacu pada permintaan pasar. Kondisi pasar memang sewaktu-waktu bisa berubah, jadi wirausaha dituntut segera tanggap dengan kondisi pasar yang sewaktu-waktu bisa berubah. Jadi, batik model pesisiran di mana pembuatnya merupakan wong cilik saat ini telah berkembang. Dari segi ragam hiasnya, teknologi, proses maupun hasil akhir sudah berkembang dan membawa pada hasil yang menggembirakan. Banyak sekali batik-batik pesisir yang sudah menembus pasar antar daerah, bahkan mancanegara.

D.    Contoh Batik Pesisir
1.      Batik Cirebon
Perkembangan batik Cirebon berkaitan dengan kerajaan Islam di Cirebon yang memiliki hubungan erat dengan Cina. Pada saat itu, kaum bangsawan Cina banyak yang telah memeluk agama Islam.  Hubungan dengan Cina juga semakin dekat dengan menikahnya raja Cirebon, Sunan Gunung Jati, dengan putri kaisar Cina, Ong Tien.
Ada dua jenis batik yang berkembang di Cirebon, yaitu batik keraton dan batik bang biron. Batik keraton Cirebon memiliki ciri warna putih (dasar), biru (indigo) dan cokelat (soga). Ragam hias yang digunakan berkaitan dengan mitologi dan tempat-tempat penting yang ada di Cirebon. Ciri menonjol dari ragam hias Cirebon adalah banyaknya garis lengkung bergelombang yang banyak dipakai untuk menggambarkan awan.
Sementara itu, ciri utama batik bang biron adalah batik bewarna merah (mengkudu) dan biru (nila) dengan ragam hias flora atau fauna.

2.      Batik Lasem
Lasem, kota cantik di pesisir utara Jawa Tengah, menyimpan banyak cerita, termasuk cerita batiknya. Batik Lasem bisa dikatakan mirip batik Pekalongan, terutama dari segi warna yang umumnya menggunakan warna-warna cerah(Wahyu, 2012: 35). Motifnya adalah perpaduan Jawa dan China, antara lain burung phoenix, bunga peony, burung merak, dan singa. Batik Lasem banyak dikerjakan dengan mengacu ada pakem tradisional sehingga menimbulkan ciri khas ragam hias yang rumit. Pada masa penjajahan Belanda, sekitar abad ke-19, batik Lasem terkenal dengan selendang lokcan/pangsi yang memakai ragam hias burung hong (phoenix) berekor panjang dikelilingi bermacam-macam flora. Warna khasnya adalah biru-putih atau hitam-soga-putih yang dilukis di atas sutera halus.
Ragam hias batik Lasem sekarang banyak menampilkan ragam hias flora yang disusun memenuhi kain. Dan ternyata, proses pembuatan batik Lasem ini sangat rumit. Tahapan pembuatan batik Lasem dikenal dengan nama empat negeri. Proses empat negeri ini berarti kain katun primisima (bahan baku batik Lasem) melalui empat kali proses pelorodan (proses menghilangkan malam), empat kali pembatikan serta empat kali pencelupan! Inilah yang membuat corak batik Lasem menjadi unik dan harganya mahal.

3.      Batik Pekalongan
Batik Pekalongan termasuk batik pesisir yang kaya akan warna. Ragam hias batik Pekalongan sangat dipengaruhi oleh pendatang keturunan Cina dan Belanda. Motif batik Pekalongan sangat bebas dan menarik, meskipun motifnya terkadang sama dengan batik Solo dan Yogya, tetapi batik Pekalongan ini dimodifikasi dengan pemakaian warna-warna yang atraktif (Musman dan Arini, 2011: 60).
Keistimewaan batik Pekalongan yakni para pembatiknya yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Misalnya pada zaman Jepang, mak lahir batik dengan nama ‘Batik Jawa Hokakai’ yaitu batik yang  motif dan warnanya mirip dengan kimono Jepang. Sementara itu, batik pesisir Pekalongan memiliki corak dan komposisi warna yang lebih kaya. Corak batik biasanya disesuaikan dengan daerahnya, yakni bernuansa pesisir, yakni bermotif bunga laut dan binatang laut.

4.      Batik Tuban
Motif  batik Tuban  merupakan gabungan tiga budaya yang berbeda, yakni Islam, Cina, dan Hindu. Pengaruh budaya Islam terlihat dari motif kijang, budaya Cina dengan motif Lok Chan yang menyertakan gambar burung hong. Sedang pengaruh Hindu terlihat dari motif panji ori atau panji serong.
Tuban merupakan kawasan pesisir yang merupakan daerah pertanian. Maka motif batik yang berasal dari Tuban bernuansa flora dan fauna. Pada batik klasik Tuban selalu ada motif ganggang atau rumput laut. Sedangkan motif kembang waluh yakni menggambarkan bahwa Tuban merupakan daerah yang agraris. Ciri khas batik Tuban yakni warna merah yang merupakan pengaruh kebudayaan Cina, beserta warna biru gelap. Tuban juga memiliki batik Gedog. Dalam buku “Batik Fabled Cloth of Java” karangan Inger McCabe Elliot tertulis, ada kemiripan antara batik gedog Tuban dengan batik Cirebon, yang tumbuh pertengahan abad XIX (Musman dan Arini, 2011: 66).
Kemiripan tersebut terjadi pada penggunaan benang pintal dan penggunaan warna merah dan bieu pada proses pencelupan.  Perbedaannya yakni batik gedog Tuban tetap bertahan dan terus berkembang dengan warna khas nila, kegelap-gelapan. Sedangkan batik Cirebon mengalami perubahan karena adanya perubahan kota Cirebon sendiri dalam berbagai bidang. Saat ini batik gedog warna biru masih dipertahankan kerena diyakini masyarakat bisa menyembuhkan penyakit (Musman dan Arini, 2011: 66).


BAB III
PEMBUATAN BATIK TULIS

Dari dulu hingga sekarang, proses pembuatan batik tidak banyak mengalami perubahan. Kegiatan membatik merupakan salah satu kegiatan tradisional yang terus dipertahankan agar tetap konsisten seperti bagaimana asalnya. Walaupun motif dan corak batik di masa kini sudah beraneka ragam, proses pembuatan batik pada dasarnya masih sama. Proses pembuatan batik memerlukan tahapan-tahapan yang tidak mudah, apalagi ketika pembuatan batik tulis. Dimulai dari bahan mori hingga proses ngelorod perlu waktu yang lama dan tahapan-tahapan yang tidak mudah.
Batik tulis adalah batik yang pelekatan lilinnya menggunakan alat canting tulis, yaitu malam cair dimasukkan dalam canting kemudian digoreskan langsung dengan tangan mengikuti pola yang sudah ada pada kain. Getaran jiwa yang teratur melalui tangan pada saat menggoreskan malam dengan canting menimbulkan kesan unik pada pola-pola yang ada pada batik tulis. Proses pembuatan batik tulis lebih lama tetapi hasilnya lebih halus dibanding dengan batik cap. Oleh karena kehalusan dan keunikannya itulah maka batik tulis lebih mahal harga jualnya. Berikut ini adalah uraian lebih detailnya.

A.    Peralatan Membatik
1.      Wajan
Wajan adalah perkakas utuk mencairkan malam. Wajan dibuat dari logam baja atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat lain.
2.      Kompor
Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa digunakan adalah kompor berbahan bakar minyak. Namun terkadang kompor ini bisa diganti dengan kompor gas kecil, anglo yang menggunakan arang, dan lain-lain. Kompor ini berfungsi sebagai perapian dan pemanas bahan-bahan yang digunakan untuk membatik.
Gb. Wajan dan kompor
Sumber: BSE Kriya Tekstil jilid 1

3.      Canting
Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan, terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya. Canting ini dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam.
4.      Dingklik (Tempat Duduk)
Dingklik adalah tempat untuk duduk pembatik. Biasanya terbuat dari bambu, kayu, plastik, atau besi. Saat ini, tempat duduk dapat dengan mudah dibeli di toko-toko.
5.      Gawangan
Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan mori sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa hingga kuat, ringan, dan mudah dipindah-pindah.
6.      Taplak
Taplak adalah kain untuk menutup paha si pembatik agar tidak terkena tetesan malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu membatik.
7.      Mangkok, gelas dan sendok
Untuk tempat melarutkan warna batik.
8.      Ember
Gb. Kenceng
Sumber: BSE Kriya Tekstil
Untuk tempat mewarna kain batik.
9.      Seterika dan meja seterika
Untuk menghaluskan kain
10.  Kompor pompa dan kompresor
Untuk merebus air lorodan
11.  Kenceng
Untuk tempat melorod kain batik.

B.     Bahan Membatik
1.      Mori
Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun. Kualitas mori bermacam-macam dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Mori yang dibutuhkan disesuaikan dengan panjang pendeknya kain yang diinginkan.
2.      Malam (Lilin)
Malam (lilin) adalah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya malam tidak habis (hilang) karena pada akhirnya malam akan diambil kembali pada proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain. Malam yang dipergunakan untuk membatik berbeda dengan malam (lilin) biasa. Malam untuk membatik bersifat cepat diserap kain, tetapi dapat dengan mudah lepas ketika proses pelorodan.
3.      Pewarna
Pewarna adalah sebuah zat yang nantinya akan memberi warna pada kain batik, sehingga batik akan lebih menarik. Zat warna untuk batik terdiri dari zat warna alam dan sintetis. Zat warna alam adalah zat warna yang diperoleh dari alam/tumbuh-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan pewarna alam yang bisa digunakan untuk tekstil dapat diambil pada tumbuhan bagian daun, buah, kuli kayu, kayu atau bunga. Sedangkan zat warna sintetis adalah zat warna yang terbuat dari bahan-bahan kimia. Macam-macam zat warna sintetis antara lain zat warna napthol, zat warna bejana larut (Indigosol), zat warna remasol, dll.

C.    Proses Membatik
Berikut ini adalah proses membatik yang berurutan dari awal hingga akhir. Penamaan atau penyebutan cara kerja di tiap daerah pembatikan bisa berbeda-beda, tetapi inti yang dikerjakannya adalah sama.
1.      Memola
Yaitu memindahkan gambar pola dari kertas kedalam kain yang akan digunakan untuk membuat batik.
2.      Membatik atau melekatkan lilin
Membatik yaitu melekatkan lilin pada kain sesuai dengan pola, untuk menutup sebagian kain agar tidak kemasukan warna. Ada tiga tahap pelekatan lilin yaitu:
a.       Nglowong: melekatkan lilin yang pertama pada pola dasar atau kerangka dari motif tersebut.
b.      Nembok: menutup kain setelah diklowong dengan menggunakan lilin yang lebih kuat. Nembok meliputi menutup permukaan tertentu dan memberikan isen-isen pada kain yang sudah diklowong.
c.       Nerusi: mengulangi membatik dari bagian belakang mengikuti batikan pertama.
3.      Mewarna
Mewarna adalah memberikan warna pada kain yang sudah dibatik. Bagian yang tertutup malam nantinya akan tetap berwarna putih dan yang tidak tertutup malam akan kena warna.
4.      Nglorod atau menghilangkan lilin
Menghilangkan lilin secara keseluruhan pada akhir proses pembuatan batik disebut mbabar, ngebyok, atau nglorod. Menghilangkan lilin secara keseluruhan ini dilakukan dalam air yang mendidih. Untuk mempermudah proses nglorod maka dalam air panas ditambahkan obat pembantu yaitu waterglass atau soda abu. Cara nglorod adalah kain yang sudah dibatik dibasahi terlebih dahulu kemudian dimasukkan dalam air mendidih yang sudah diberi obat pembantu. Setelah malamnya terlepas, kemudian diangkat dan langsung dicuci sampai bersih. Selanjutnya dijemur ditempat yang teduh tidak langsung kena sinar matahari.



BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Batik pesisir yakni batik yang berkembang di luar lingkungan keraton dan tidak berpatok pada aturan-aturan tertentu. Istilah batik "pesisir" muncul karena letaknya berada di daerah pesisir pantai utara pulau Jawa seperti Cirebon, Indramayu, Lasem, Bakaran, dan lain sebagainya. Pola yang ada pada batik pesisir lebih bebas dan warnanya lebih beraneka ragam, dikarenakan pengaruh budaya luar yang begitu kuat. Batik pesisir kerap disebut dengan “batik wong cilik”, hal ini dikarenakan batik pesisir dibuat oleh pembatik-pembatik yang pada umumnya para ibu rumah tangga di mana pekerjaan batik tersebut sebagai pekerjaan sambilan.
Batik pesisir yang kerap disebut sebagai batik wong cilik umumnya mempunyai kualitas yang tidak terlalu bagus. Karena biasanya dibuat menggunakan kain mori biru dengan kualitas prima. Canting yang digunakan pun hanya klowong saja, tanpa menggunakan canting lain. Dikerjakan dengan cepat dan spontan, tetapi kurang rajin dan teliti. Ragam hias yang digunakanpun cenderung besar dan tidak rinci. Hal tersebutlah yang membuat kualitas batik ini tidak terlalu bagus.
            Tetapi sekarang ini, dalam produksi batik wong cilik kualitas lebih dipertimbangkan, mengingat daya saing yang cukup ketat. Mulai dari bahan baku, proses pembuatan sampai hasilnya akan selalu menjadi pertimbangan. Tetapi tidak mengurangi daya tarik dari batik pesisir itu sendiri, seperti halnya tetap menjadi pekerjaan sambilan wong cilik dan ragam hiasnya pun lebih beragam karena memang tidak berpatok pada aturan-aturan yang mengikat, warna yang digunakan pun lebih bervariasi sehingga terkesan lebih berani dalam hal penggunaan warna.

B.     Saran
Untuk masyarakat Indonesia, berkontribusilah terhadap upaya pelestarian batik dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam hal pengetahuan, pemahaman maupun aplikasi dalam kehidupan nyata. Jangan memandang batik pesisirlah, batik tradisionallah, batik kontemporer, dan sebagainya. Semua merupakan warisan dan kekayaan bangsa ini, dan semuanya harus dijaga dan dilestarikan.
Harus ada pihak-pihak terkait untuk selalu mengupayakan pelestarian. Selalu mengadakan penyuluhan akan betapa pentingnya warisan budaya bangsa kita ini. Pihak-pihak sebagai pendidik, seperti guru, dosen, dan lain yang sejenis, harus selalu menanamkan sikap rasa cinta terhadap kebudayaan Bangsa Indonesia kepada peserta didik.


DAFTAR PUSTAKA

Budiyono, dkk. 2008. Kriya Tekstil untuk SMK Jilid I. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Hasanudin. 2001. Batik Pesisiran−Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri Pada Ragam Hias Batik. Bandung: ADIKARYA IKAPI dan THE FORD FOUNDATION.
Lestari, Asmi Intan. 2013. Jenis Batik Pesisir. Artikel.  Diunduh melalui http://asmiintanlestari.blogspot.com/2013/04/batik-jenis-batik-batik-pesisir-dan.html. Pada tanggal 8 Juli 2014.
Musman, Asti dan Ambar B. Arini. 2011. Batik−Warisan Adiluhung Nusantara. Yogyakarta: G-Media.
Wahyu, Ami. 2012. Chic in Batik. Jakarta: Erlangga.
Diunduh melalui http://batikdan.blogspot.com/2011/08/batik-pesisir.html. Pada tanggal 16 Februari 2015.
Diunduh melalui http://shuniyyaruhama.wordpress.com/batik-tulis-pekalongan/. Pada tanggal 16 Februari 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar