MAKALAH
BATIK PESISIR
“BATIK WONG CILIK”
SEBAGAI MATA
DAGANGAN
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Kerajinan
Batik I
Dosen
Pengampu : Danti Riski Amalia
Oleh:
Mei Mardani (13207241024)
Pend. Seni
Kerajinan H
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN SENI KERAJINAN
JURUSAN
PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS BAHASA
DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya
panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat lipahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga Saya dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam
peyusunan makalah ini, Saya banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak, tantangan itu dapat teratasi. Oleh sebab
itu, Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga semua bantuan yang telah Saya terima mendapat balasan dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Saya
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat Saya
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.
Yogyakarta, 28 Februari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.......................................................................... i
KATA
PENGANTAR........................................................................ ii
DAFTAR
ISI...................................................................................... iii
BAB
I. PENDAHULUAN................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 1
C. Tujuan..................................................................................... 1
BAB
II. PEMBAHASAN.................................................................. 2
A.
Batik Pesisir............................................................................ 2
B.
Batik Pesisir
“Batik Wong Cilik”........................................... 3
C.
Batik Pesisir
Sebagi Mata Dagangan..................................... 4
D.
Contoh Batik
Pesisir ............................................................. 5
BAB III. PEMBUATAN BATIK TULIS.......................................... 9
A.
Peralatan
Membatik............................................................... 9
B.
Bahan Membatik.................................................................... 11
C.
Proses Membatik.................................................................... 12
BAB
III. PENUTUP.......................................................................... 14
A. Kesimpulan............................................................................. 14
B. Saran....................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................ 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Batik merupakan warisan yang tak ternilai harganya
bagi Bangsa Indonesia, dilihat dari segi ragam batik maupun jenis batik yang
terdiri dari banyak sekali ragam maupun jenis, seperti batik keraton, yakni
jenis batik yang dikembangkan dan digunakan di lingkungan keraton, ataupun batik pesisir yang berkembang di luar keraton.
Batik sebagai aset bangsa ini seolah
kurang diperhatikan secara mendalam oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat
Indonesia hanya sekedar mengetahui saja, sedangkan dalam hal
pemahaman sangatlah kurang. Maka, perawatan serta pelestarian
pun harus
selalu diperhatikan. Mulai
dari anak-anak, seharusnya ada suatu usaha mengenalkan batik, agar mereka tahu
kalau batik merupakan warisan budaya Indonesia. Lalu untuk remaja diadakannya pelatihan yang bersifat
pelestarian,
dan lain sebagainya. Maka dari itu
pemahaman batik secara lebih mendalam perlu dilakukan, mengingat dalam
pelestarian pula dibutuhkan suatu penghayatan maupun pengembangan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan batik pesisir?
2.
Mengapa batik
pesisir kerap disebut sebagai “batik wong cilik”?
3.
Bagaimana batik
pesisir sebagai mata dagangan?
4.
Seperti apa
contoh batik pesisir?
5.
Bagaimana cara pembuatan batik tulis?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui dan
bisa memahami arti batik pesisir.
2.
Mengetahui sebab batik
pesisir disebut sebagai “batik wong cilik”.
3.
Mengetahui
uraian mengenai batik pesisir sebagai mata dagangan.
4.
Mengetahui dan
memahami contoh-contoh batik pesisir.
5.
Mengetahui cara pembuatan batik tulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Batik Pesisir
Pada
zaman penjajahan Belanda, batik dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yakni
batik vorstenlanden dan batik pesisir. Yang disebut batik vorstenlanden adalah
batik dari daerah Solo dan Yogyakarta, sedangkan batik pesisir adalah
semua batik yang pembuatannya dikerjakan di luar daerah Solo dan Yogyakarta.
Istilah batik "pesisir" muncul
karena letaknya berada di daerah pesisir utara pulau jawa seperti Cirebon,
Indramayu, Lasem, Bakaran, dan lain sebagainya. Pola yang ada pada batik
pesisir lebih bebas dan warnanya lebih beraneka ragam, dikarenakan pengaruh
budaya luar yang begitu kuat. Tidak seperti batik keraton, batik pesisir
lebih ditujukan sebagai barang dagangan. Di samping itu budaya luar pada batik
pesisir sangat mempengaruhi bentuk ragam hias batiknya terutama
pada saat masuknya agama Islam pada abad 16. Ragam flora non figuratif menjadi
alternatif dalam motif batik pesisir
dikarenakan adanya larangan dikalangan ulama Islam dalam menggambar
bentuk-bentuk figuratif.
Dalam sejarah perkembangan batik pesisir
mengalami kemajuan sekitar abad ke-19, hal yang menyebabkan kemajuannya adalah
karena adanya kemunduran produksi tekstil dari India yang selama itu menjadi
salah satu produsen kain terbesar yang dijual ke pulau jawa dan mengakibatkan
banyak konsumen beralih ke kain batik.
Puncak perkembangan batik pesisir adalah
di masa pengusaha Indo-Belanda yang berperan pada usaha pembatikan. Batik
tersebut dikenal dengan nama "Batik Belanda". Selain
pengusaha dari Belanda pengusaha Cina juga ikut dalam usaha pengembangan batik
pesisir. Batik pesisir memiliki ciri-ciri, yaitu ragam hias motif batiknya bersifat natural dan
mendapat pengaruh kebudayaan asing secara dominan, serta warna yang beraneka ragam.
Batik pesisir terbagi menjadi delapan model, yaitu:
1.
Batik pesisir
tradisional yang merah biru
2.
Batik hasil
pengembangan pengusaha keturunan, khususnya Cina dan Indo Eropa
3.
Batik yang
dipengaruhi kuat oleh Belanda
4.
Batik yang
mencerminkan kekuasaan kolonial
5.
Batik hasil
modifikasi pengusaha Cina yang ditujukan untuk kebutuhan kalangan Cina
6.
Kain panjang
7.
Batik hasil
pengembangan dari model batik merah biru
8.
Kain adat
1.
Batik India atau
Batik Sembagi
2.
Batik Belanda
B.
Batik Pesisir “Batik Wong Cilik”
Dalam sejarah pembatikan, ragam hias
batik telah mengalami pertumbuhan dengan berbagai aspeknya. Pertama, batik
sebagai kegiatan sambilan wong cilik, terlihat dengan jelas seperti batik
pesisiran yang banyak dikerjakan oleh wong cilik. Kedua, Batik sebagai mata
dagangan, saat ini banyak masyarakat daerah pesisir pantai utara Jawa yang
dahulu menjadi seniman batik beralih ke pengusaha. Ketiga, batik sebagai
kegiatan tradisi dari kalangan bangsawan, terlihat di keraton-keraton yang
masih menggunakan batik sebagai salah satu bagian yang penting dalam kegiatan
tradisi, sebagai contoh seperti pada upacara pernikahan putra putri raja.
Keempat, batik sebagai usaha dagang sebagian orang Cina dan Belanda-Indo, yang
ragam hias dan fungsinya semula ditujukan untuk kalangan terbatas. Kelima,
sebagai kebutuhan seni atau desain dengan konstelasi konsep kontemporer(Hasanudin, 2001: 16).
Batik sebagai sambilan pekerjaan wong
cilik atau sering disebut sebagai batik pesisir sampai sekarang masih
berlangsung di dusun-dusun tertentu pada kota tertentu. Di pinggiran kota
Tuban, Pekalongan, Indramayu, dan lain sebagainya masih banyak dijumpai
pembatik-pembatik(seniman batik) sambilan, walaupun memang tidak bisa
dipungkiri, mata pencaharian dari wong cilik tersebut sebagian besar masih
petani dan nelayan. Pada dasarnya pembatik-pembatik sambilan tersebut
mengerjakan pekerjaan batik jika ada waktu luang/senggang, jika mereka tidak
ada pekerjaan di ladang mereka maupun tidak ada pekerjaan mencari ikan di laut.
Karena banyak dikerjakan oleh orang-orang yang bernotabene “wong cilik” maka
batik pesisiranpun kerap disebut sebagai batik wong cilik. Mengenai ragam
hiasnya, biasanya menggunakan ragam hias yang didapat secara turun temurun. Batik wong cilik cenderung kasar, sehingga
menyebabkan harganya murah. Mutu ragam hiasnya pun tidak standar, sehingga
sukar menemukan kesamaan antara yang satu dengan yang lainnya. Batik wong cilik
umumnya diproduksi untuk kebutuhan lokal dan tradisional, seperti pembuatan
jarik, sarung, selendang, dan lain sebagainya.
Tetapi saat ini dalam produksi batik
wong cilik kualitas lebih dipertimbangkan, mengingat daya saing yang cukup
ketat. Mulai dari bahan baku, proses pembuatan sampai hasilnya akan selalu
menjadi pertimbangan. Tetapi tidak mengurangi daya tarik dari batik pesisir itu
sendiri, seperti halnya tetap menjadi pekerjaan sambilan wong cilik dan ragam
hiasnya pun lebih beragam karena memang tidak berpatok pada aturan-aturan yang
mengikat, warna yang digunakan pun lebih bervariasi sehingga terkesan lebih
berani dalam hal penggunaan warna.
C.
Batik Pesisir Sebagi Mata Dagangan
Batik pesisir yang kerap disebut sebagai
batik wong cilik umumnya mempunyai kualitas yang tidak terlalu bagus. Karena
biasanya dibuat menggunakan kain mori biru dengan kualitas prima. Canting yang
digunakan pun hanya klowong saja, tanpa menggunakan canting lain. Dikerjakan
dengan cepat dan spontan, tetapi kurang rajin dan teliti. Ragam hias yang
digunakanpun cenderung besar dan tidak rinci. Hal tersebutlah yang membuat
kualitas batik tidak terlalu bagus.
Pembatik dari kalangan wong cilik ini
umumnya tidak memiliki cukup modal dan wawasan dagang. Mereka hanya tahu
mengenai batik dan tidak banyak menahu mengenai perdagangan. Mereka tidak
memiliki wawasan pasar , sehingga tidak tahu sasaran maupun kebutuhan yang ada
di pasaran. Tetapi sebagian dari mereka ada yang mempunyai wawasan dagang yang
memcukupi, sehingga batik-batik yang sudah dikerjakan oleh wong cilik sebagai
sambilan tersebut bisa menjadi mata dagangan yang bisa dikembangkan olehnya. Jiwa
wirausaha bisa saja muncul dari kalangan wong cilik. Yang mencoba memasarkan
batik wong cilik di pasar lokal. Wong cilik yang memiliki wawasan pasar dapat
melihat celah untuk mendapatkan keuntungan. Juga menjadi motivasi untuk
meningkatkan kualitas produksi sehingga menghasilkaan produk yang berkualitas
bagus pula.
Ragam hias dan warna dari batik pesisir
buatan wong cilik dalam penjualan/mata dagangan mengacu pada permintaan pasar.
Kondisi pasar memang sewaktu-waktu bisa berubah, jadi wirausaha dituntut segera
tanggap dengan kondisi pasar yang sewaktu-waktu bisa berubah. Jadi, batik model
pesisiran di mana pembuatnya merupakan wong cilik saat ini telah berkembang.
Dari segi ragam hiasnya, teknologi, proses maupun hasil akhir sudah berkembang
dan membawa pada hasil yang menggembirakan. Banyak sekali batik-batik pesisir
yang sudah menembus pasar antar daerah, bahkan mancanegara.
D.
Contoh Batik Pesisir
1.
Batik Cirebon
Ada dua jenis batik
yang berkembang di Cirebon, yaitu batik keraton dan batik bang biron. Batik
keraton Cirebon memiliki ciri warna putih (dasar), biru (indigo) dan cokelat
(soga). Ragam hias yang digunakan berkaitan dengan mitologi dan tempat-tempat
penting yang ada di Cirebon. Ciri menonjol dari ragam hias Cirebon adalah
banyaknya garis lengkung bergelombang yang banyak dipakai untuk menggambarkan
awan.
Sementara itu, ciri
utama batik bang biron adalah batik bewarna merah (mengkudu) dan biru (nila)
dengan ragam hias flora atau fauna.
2.
Batik Lasem
Ragam hias batik Lasem
sekarang banyak menampilkan ragam hias flora yang disusun memenuhi kain. Dan
ternyata, proses pembuatan batik Lasem ini sangat rumit. Tahapan pembuatan
batik Lasem dikenal dengan nama empat negeri. Proses empat negeri ini berarti
kain katun primisima (bahan baku batik Lasem) melalui empat kali proses
pelorodan (proses menghilangkan malam), empat kali pembatikan serta empat kali
pencelupan! Inilah yang membuat corak batik Lasem menjadi unik dan harganya
mahal.
3.
Batik Pekalongan
Batik Pekalongan
termasuk batik pesisir yang kaya akan warna. Ragam hias batik Pekalongan sangat
dipengaruhi oleh pendatang keturunan Cina dan Belanda. Motif batik Pekalongan
sangat bebas dan menarik, meskipun motifnya terkadang sama dengan batik Solo
dan Yogya, tetapi batik Pekalongan ini dimodifikasi dengan pemakaian
warna-warna yang atraktif (Musman dan Arini, 2011: 60).
4.
Batik
Tuban
Motif batik Tuban
merupakan gabungan tiga budaya yang berbeda, yakni Islam, Cina, dan
Hindu. Pengaruh budaya Islam terlihat dari motif kijang, budaya Cina dengan
motif Lok Chan yang menyertakan gambar burung hong. Sedang pengaruh Hindu
terlihat dari motif panji ori atau panji serong.
Tuban merupakan kawasan
pesisir yang merupakan daerah pertanian. Maka motif batik yang berasal dari
Tuban bernuansa flora dan fauna. Pada batik klasik Tuban selalu ada motif
ganggang atau rumput laut. Sedangkan motif kembang waluh yakni menggambarkan
bahwa Tuban merupakan daerah yang agraris. Ciri khas batik Tuban yakni warna
merah yang merupakan pengaruh kebudayaan Cina, beserta warna biru gelap. Tuban
juga memiliki batik Gedog. Dalam buku “Batik Fabled Cloth of Java” karangan
Inger McCabe Elliot tertulis, ada kemiripan antara batik gedog Tuban dengan
batik Cirebon, yang tumbuh pertengahan abad XIX (Musman dan
Arini, 2011: 66).
Kemiripan tersebut
terjadi pada penggunaan benang pintal dan penggunaan warna merah dan bieu pada
proses pencelupan. Perbedaannya yakni
batik gedog Tuban tetap bertahan dan terus berkembang dengan warna khas nila,
kegelap-gelapan. Sedangkan batik Cirebon mengalami perubahan karena adanya
perubahan kota Cirebon sendiri dalam berbagai bidang. Saat ini batik gedog
warna biru masih dipertahankan kerena diyakini masyarakat bisa menyembuhkan
penyakit (Musman dan Arini, 2011: 66).
BAB III
PEMBUATAN BATIK TULIS
Dari dulu hingga sekarang,
proses pembuatan batik tidak banyak mengalami perubahan. Kegiatan membatik
merupakan salah satu kegiatan tradisional yang terus dipertahankan agar tetap
konsisten seperti bagaimana asalnya. Walaupun motif dan corak batik di masa
kini sudah beraneka ragam, proses pembuatan batik pada dasarnya masih sama.
Proses pembuatan batik memerlukan tahapan-tahapan yang tidak mudah, apalagi ketika pembuatan batik
tulis. Dimulai dari bahan mori hingga
proses ngelorod perlu waktu yang lama dan tahapan-tahapan yang tidak mudah.
Batik tulis adalah batik yang pelekatan
lilinnya menggunakan alat canting tulis, yaitu
malam cair dimasukkan dalam canting kemudian digoreskan langsung
dengan tangan mengikuti pola yang sudah ada pada kain. Getaran
jiwa yang teratur melalui tangan pada saat menggoreskan malam
dengan canting menimbulkan kesan unik pada pola-pola yang ada pada
batik tulis. Proses pembuatan batik tulis lebih lama tetapi hasilnya lebih
halus dibanding dengan batik cap. Oleh karena kehalusan dan keunikannya
itulah maka batik tulis lebih mahal harga jualnya. Berikut ini adalah uraian lebih detailnya.
A. Peralatan Membatik
1. Wajan
Wajan adalah perkakas utuk mencairkan
malam. Wajan dibuat dari logam baja atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai
supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat lain.
2. Kompor
Kompor adalah alat untuk
membuat api. Kompor yang biasa digunakan adalah kompor berbahan bakar minyak.
Namun terkadang kompor ini bisa diganti dengan kompor gas kecil, anglo yang
menggunakan arang, dan lain-lain. Kompor ini berfungsi sebagai perapian dan
pemanas bahan-bahan yang digunakan untuk membatik.
Gb. Wajan dan kompor
Sumber: BSE Kriya Tekstil
jilid 1
|
3.
Canting
Canting adalah alat yang
dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan, terbuat dari tembaga dan bambu
sebagai pegangannya. Canting ini dipakai untuk menuliskan pola batik dengan
cairan malam.
4.
Dingklik (Tempat Duduk)
Dingklik adalah tempat untuk
duduk pembatik. Biasanya terbuat dari bambu, kayu, plastik, atau besi. Saat
ini, tempat duduk dapat dengan mudah dibeli di toko-toko.
5. Gawangan
6. Taplak
Taplak adalah kain untuk
menutup paha si pembatik agar tidak terkena tetesan malam panas sewaktu canting
ditiup atau waktu membatik.
7.
Mangkok, gelas
dan sendok
Untuk tempat melarutkan warna
batik.
8.
Ember
Gb. Kenceng
Sumber: BSE Kriya Tekstil
|
Untuk tempat mewarna kain
batik.
9.
Seterika dan
meja seterika
Untuk menghaluskan kain
10. Kompor pompa dan kompresor
Untuk merebus air lorodan
11. Kenceng
Untuk tempat melorod kain batik.
B.
Bahan Membatik
1. Mori
2. Malam (Lilin)
3. Pewarna
Pewarna adalah sebuah zat yang nantinya akan memberi
warna pada kain batik, sehingga batik akan lebih menarik. Zat warna untuk batik
terdiri dari zat warna
alam dan sintetis. Zat warna alam adalah zat warna yang diperoleh dari
alam/tumbuh-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan pewarna
alam yang bisa digunakan untuk tekstil dapat diambil pada
tumbuhan bagian daun, buah,
kuli kayu, kayu atau bunga. Sedangkan zat warna sintetis
adalah zat warna yang terbuat dari bahan-bahan kimia. Macam-macam zat warna
sintetis antara lain zat warna napthol, zat warna bejana larut
(Indigosol), zat warna remasol, dll.
C.
Proses Membatik
Berikut ini adalah proses
membatik yang berurutan dari awal hingga akhir. Penamaan atau penyebutan cara
kerja di tiap daerah pembatikan bisa berbeda-beda, tetapi inti yang
dikerjakannya adalah sama.
1.
Memola
Yaitu memindahkan gambar pola dari
kertas kedalam kain yang akan digunakan untuk membuat batik.
2.
Membatik atau
melekatkan lilin
Membatik yaitu melekatkan lilin pada
kain sesuai dengan pola, untuk menutup sebagian kain agar tidak
kemasukan warna. Ada tiga tahap pelekatan lilin yaitu:
a.
Nglowong: melekatkan
lilin yang pertama pada pola dasar atau kerangka dari
motif tersebut.
b.
Nembok: menutup
kain setelah diklowong dengan menggunakan lilin yang lebih kuat.
Nembok meliputi menutup permukaan tertentu dan memberikan
isen-isen pada kain yang sudah diklowong.
c.
Nerusi:
mengulangi membatik dari bagian belakang mengikuti batikan
pertama.
3.
Mewarna
Mewarna adalah memberikan warna pada
kain yang sudah dibatik. Bagian yang tertutup malam nantinya
akan tetap berwarna putih dan yang tidak tertutup malam akan kena
warna.
4.
Nglorod atau
menghilangkan lilin
Menghilangkan lilin secara keseluruhan
pada akhir proses pembuatan batik disebut mbabar, ngebyok, atau
nglorod. Menghilangkan lilin secara keseluruhan ini
dilakukan dalam air yang mendidih. Untuk mempermudah proses
nglorod maka dalam air panas ditambahkan obat pembantu yaitu waterglass
atau soda abu. Cara nglorod adalah kain yang sudah dibatik dibasahi
terlebih dahulu kemudian dimasukkan dalam air mendidih yang sudah
diberi obat pembantu. Setelah malamnya terlepas, kemudian diangkat
dan langsung dicuci sampai bersih. Selanjutnya dijemur ditempat yang teduh tidak langsung kena sinar matahari.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Batik
pesisir yakni batik yang berkembang di luar lingkungan keraton dan tidak berpatok
pada aturan-aturan tertentu. Istilah batik "pesisir" muncul karena
letaknya berada di daerah pesisir pantai utara pulau Jawa seperti Cirebon,
Indramayu, Lasem, Bakaran, dan lain sebagainya. Pola yang ada pada batik
pesisir lebih bebas dan warnanya lebih beraneka ragam, dikarenakan pengaruh
budaya luar yang begitu kuat. Batik pesisir kerap disebut dengan “batik wong
cilik”, hal ini dikarenakan batik pesisir dibuat oleh pembatik-pembatik yang
pada umumnya para ibu rumah tangga di mana pekerjaan batik tersebut sebagai
pekerjaan sambilan.
Batik
pesisir yang kerap disebut sebagai batik wong cilik umumnya mempunyai kualitas
yang tidak terlalu bagus. Karena biasanya dibuat menggunakan kain mori biru
dengan kualitas prima. Canting yang digunakan pun hanya klowong saja, tanpa
menggunakan canting lain. Dikerjakan dengan cepat dan spontan, tetapi kurang
rajin dan teliti. Ragam hias yang digunakanpun cenderung besar dan tidak rinci.
Hal tersebutlah yang membuat kualitas batik ini tidak terlalu bagus.
Tetapi sekarang ini, dalam produksi batik wong cilik kualitas
lebih dipertimbangkan, mengingat daya saing yang cukup ketat. Mulai dari bahan
baku, proses pembuatan sampai hasilnya akan selalu menjadi pertimbangan. Tetapi
tidak mengurangi daya tarik dari batik pesisir itu sendiri, seperti halnya
tetap menjadi pekerjaan sambilan wong cilik dan ragam hiasnya pun lebih beragam
karena memang tidak berpatok pada aturan-aturan yang mengikat, warna yang
digunakan pun lebih bervariasi sehingga terkesan lebih berani dalam hal
penggunaan warna.
B.
Saran
Untuk
masyarakat Indonesia, berkontribusilah terhadap upaya pelestarian batik dalam kehidupan
sehari-hari. Baik dalam hal pengetahuan, pemahaman maupun aplikasi dalam
kehidupan nyata. Jangan memandang batik pesisirlah, batik tradisionallah, batik
kontemporer, dan sebagainya. Semua merupakan warisan dan kekayaan bangsa ini,
dan semuanya harus dijaga dan dilestarikan.
Harus
ada pihak-pihak terkait untuk selalu mengupayakan pelestarian. Selalu
mengadakan penyuluhan akan betapa pentingnya warisan budaya bangsa kita ini.
Pihak-pihak sebagai pendidik, seperti guru, dosen, dan lain yang sejenis, harus
selalu menanamkan sikap rasa cinta terhadap kebudayaan Bangsa Indonesia kepada
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, dkk. 2008. Kriya Tekstil
untuk SMK Jilid I. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional.
Hasanudin. 2001.
Batik Pesisiran−Melacak Pengaruh Etos
Dagang Santri Pada Ragam Hias Batik. Bandung: ADIKARYA IKAPI dan THE FORD
FOUNDATION.
Lestari, Asmi
Intan. 2013. Jenis Batik Pesisir.
Artikel. Diunduh melalui http://asmiintanlestari.blogspot.com/2013/04/batik-jenis-batik-batik-pesisir-dan.html. Pada tanggal 8 Juli 2014.
Musman, Asti dan
Ambar B. Arini. 2011. Batik−Warisan
Adiluhung Nusantara. Yogyakarta: G-Media.
Wahyu, Ami. 2012. Chic in Batik. Jakarta: Erlangga.
Diunduh melalui http://batikdan.blogspot.com/2011/08/batik-pesisir.html. Pada tanggal 16 Februari 2015.
Diunduh melalui http://jelajah.valadoo.com/indonesia-2/jawa-tengah/menyisir-cerita-batik-pesisir. Pada tanggal 16 Februari 2015.
Diunduh melalui http://shuniyyaruhama.wordpress.com/batik-tulis-pekalongan/. Pada tanggal 16 Februari 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar